dari rumah kami perlu naik angkot atau ojek dulu sekitar 5 menit baru bisa sampai di pool travel.
sambil bungkus oleh-oleh untuk emak, suamiku bilang "Dinda, nanti kakak anter dinda dulu ke travelnya pake motor ya?"
"trus motornya tarok mana?" tanyaku
beliau menjawab "ya motornya kakak tarok di rumah lagi, baru nanti kakak nyusul pake ojek aja"
aku yang selalu cenderung tidak mau ribet langsung nyerocos aja "kayaknya nggak efektif deh kak, mending kita bareng aja naek ojek atau angkot, biar kakak nggak repot bolak balik"
"lagian adek nggak mau nunggu-nunggu sendirian di sana, ntar ada yang godain" tambahku sambil tertawa.
tanpa menunggu jawaban dan melihat ekspresinya, aku langsung melangkah ke luar sambil agak berteriak "udah siap sayang? yuk kita berangkat..."
5 menit... 10 menit... 15 menit... angkot yang kami tunggu belum nongol juga, tidak biasanya begini.
mukaku jadi memerah, mirip jilbab yang ku pakai, panasss....
hampir setengah jam kami menunggu.
"panas ya dinda?" tanyanya.
aku cuma senyum aja.
kemudian dia kembali bicara "kalo tadi kakak anter mungkin kita udah di travel kali ya?"
"naek ojek aja yok?" kataku seenaknya, tak terlalu memperhatikan omongannya barusan, karna udara udah makin terasa panas.
"emangnya dinda mau dibonceng oleh yang bukan muhrim? kakak nggak rela."
"kan lagi darurat..." bantahku.
"belum darurat kok, kan masih ada pilihan lain..." ucapnya.
aku diam... tapi tiba-tiba ada sesuatu yang menyentak hatiku. ku tatap muka suamiku yang berjenggot tipis itu. aku mengingat-ngingat kembali semua ekspresinya selama 8 bulan kami menikah.
dengan aksen yang agak manja aku bertanya padanya "kakak lagi kesel ya? lagi nggak ridho sama dinda ya?"
"apa alasan kakak untuk kesel?"
"kan tadi dinda nggak nurut sama perintah suami..." (sambil beristighfar dalam hati)
"astaghfirullahal'azhim... maaf ya kak..."
si dia hanya diam, membuat aku makin deg-degan.
"kak..." ku panggil lagi si dia sambil berusaha membaca garis wajahnya. ku lihat pelan-pelan mulai ada senyum di sana.
"alhamdulillah... hehe"
di saat yang bersamaan ada angkot lewat, dan kami pun segera naik.
dan penyakitku kambuh lagi deh "masyaAllah... beneran rupanya ya... kalo nggak diridhoi suami kayaknya bakal dapet azab kayak tadi"
terus saja aku nyerocos kayak nggak punya rem "kakak kok nggak bilang sih kalo lagi kesel, kalo bilang dari awal kan dinda bisa cepet-cepet minta maaf, jadi angkotnya juga bisa cepet dateng"
"maaf ya... lain kali nggak gitu lagi deh"
dan si dia pun hanya tertawa...
sepenggal kisah sepasang anak manusia yang memilih hidup mandiri setelah seminggu menikah. istri yang cenderung blak-blakan dan suka bercanda, suami yang cenderung serius dan suka memakai bahasa-bahasa kiasan. Dengan semua perbedaan itu mereka berjuang untuk membangun sebuah bahtera yang disertai harapan bahtera itu bisa membawa mereka ke syurga-Nya.
semoga bisa mengambil hikmahnya.